
Tetapi anehnya, media online yang
koordinator liputannya bernama Anwar Khumaini ini sepertinya memiliki
kavling khusus untuk membahas isu-isu seputar "Wahabi" dari perspektif
orang-orang yang anti "Wahabi". Banyak artikel yang berbicara tentang
isu "Wahabi" dengan nada nyinyir, ketus, stigmatif, dan semacam black
propaganda.
Uniknya, berita-berita instan dari Merdeka.com menjadi
rujukan banyak orang untuk memandang isu "Wahabi". Dalam sebuah
perdebatan dengan seorang penganut Syiah, dia merujuk berita dari situs
online itu. Di forum FB ada yang memberikan link ke sumber yang sama.
Melalui email juga ada yang memberikan link ke situs tersebut.
Di
sini terasa dilematik. Kalau kita anggap besar situs Merdeka.com ini,
nanti akan menjadi promo tersendiri. Tetapi kalau didiamkan saja
fitnah-fitnah atau black propaganda yang disebarkan, itu juga
tidak benar. Mungkin sekali waktu kita perlu mengingatkan kaum Muslimin
akan bahaya situs "recehan" semacam ini.
Salah satu artikel yang dimuat dalam situs itu judulnya: "Persekongkolan Bedebah Wahabi dan Bani Saud." Dari model judulnya saja, kita bisa mencium aroma permusuhan layaknya kaum Syiah Rafidhah di balik tulisan ini.
Syiah Rafidhah dunia memang merasa perlu untuk memerangi dakwah
Salafiy sebab mereka ini dianggap sebagai musuh paling sengit bagi Syiah
Rafidhah. Agenda Syiah Rafidhah untuk menguasai negeri-negeri Muslim
akan selalu terhalang, selama masih bercokol "Wahabi" disana.
Sayyid
M. Saidi, seorang tokoh Syiah Iran, pernah terus-terang menunjukkan
kebenciannya kepada "Wahabi". Dia mengatakan: "Kami menghormati semua
mazhab Islam kecuali Wahabi karena mereka menentang dialog ilmiah, logis
dan argumentatif. Mereka membunuh Muslim tak berdosa dan merusak
masjid-masjid dengan mengatasnamakan Islam. Pesan kami kepada kaum
Wahabi adalah jika mereka memiliki dalil untuk membuktikan kebenaran
mereka, maka sampaikan kepada orang lain sesuai dengan logika,
prinsip-prinsip, dan argumentasi, bukan dengan radikalisme dan
pembunuhan massal." (hidayatullah.com, 23 September 2013).
Omongan
sejenis ini kan tidak ada buktinya kalau dikaitkan dengan
tulisan-tulisan stigma yang terus diproduksi oleh kaum Syiah seputar isu
"Wahabi dan Saudi".
Secara teori, mereka seperti pro dialog ilmiah dan argumentatif;
tetapi secara kenyataan mereka menghalalkan penghancuran Ahlus Sunnah
secara massif di negeri-negeri Muslim, seperti di Iran, Iraq, Suriah,
Afghanistan, dan lain-lain.
Sayyid Husein Al Mausawi, tokoh
ulama Syiah yang bertaubat, mereka bunuh. Dr. Ihsan Ilahi Zhahir asal
Pakistan yang sangat anti Syiah, juga mereka bunuh. Banyak ulama/da’i
Ahlus Sunnah juga mereka bunuh, pasca Revolusi Khomeini tahun 1979.
Kembali ke artikel Merdeka.com di atas. Di sana dijelaskan beberapa poin, antara lain:
Muhammad
bin Abdul Wahhab (sering dinisbatkan pendiri "Wahabi") oleh gurunya
disebut bodoh, arogan, suka melawan; Muhammad bin Abdul Wahhab menjalin
aliansi dengan Muhammad bin Saud, aliansinya berlaku sampai sekarang;
Kerajaan Saudi menyokong penyebaran dakwah "Wahabi" US$ 2 miliar setiap
tahun; dan menyebutkan beberapa pendapat sumir dari sebagian ulama-ulama
"Wahabi".
Gaya tulisan demikian persis sekali seperti model
tulisan Idahram lewat buku-bukunya. Tidak ada niat dialog atau diskusi,
selain menyebarkan propaganda hitam belaka.
Nanti ujungnya mempromokan akidah Syiah Rafidhah; supaya umat manusia
kembali ke zaman penyembahan manusia kepada manusia lainnya (baca: imam
dan ulama Syiah), setelah Allah anugerahkan Tauhid kepadanya. Na'udzubillah wa na'udzubillah min dzalik.
Pendapat-pendapat
yang sumir harus dilihat konteksnya secara lengkap, tidak bisa "main
crop" begitu saja. Ada kaidah yang berlaku, bahwa pendapat yang
mengandung syak (keraguan) harus dipulangkan ke pendapat yang tsabit (teguh).
Kemudian tentang tuduhan bahwa Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahullah itu bodoh, arogan, keras kepala. Ya, tergantung siapa yang
memandang. Seorang ulama biasanya gurunya banyak; bisa puluhan, bisa
ratusan. Kalau ada satu guru yang mencela, mungkin guru-guru yang lain
memuji.
Lalu aliansi Muhammad bin Abdul Wahhab dengan Muhammad
Al Saud pada tahun 1744 terus berlaku sampai sekarang. Hal ini
dipertanyakan, sebab Kerajaan Saudi itu sifatnya jatuh-bangun hingga
tiga kali.
Ketika Saudi Jilid I dilenyapkan, maka semua
perjanjian yang berlaku saat itu otomatis berakhir. Begitu juga ketika
Saudi Jilid II dilenyapkan, maka perjanjian-perjanjian di dalamnya juga
berakhir.
Sebenarnya, dukungan Kerajaan Saudi kepada dakwah
"Wahabi", hal ini semata karena kesadaran mereka saja (atau pertimbangan
politik karena melihat besarnya pendukung dakwah Salafiy di Saudi).
Jadi tidak mesti dikaitkan dengan aliansi 1744 tersebut, sebab bukan
rahasia lagi bahwa seringkali terdapat perbedaan persepsi antara ulama
"Wahabi" dengan kebijakan kerajaan.
Sedangkan nilai dukungan
Kerajaan Saudi hingga US$ 2 miliar (setara Rp. 18 triliun) per tahun; ya
itu perlu dijelaskan kalkulasi keuangannya secara rinci, tidak bisa
"main teplok" begitu saja.
Mungkin situs Merdeka.com mau
berbagi kepada masyarakat tentang kalkulasi keuangan yang mereka
ketahui. Termasuk juga mereka perlu membuat perbandingan kalkulasi
keuangan anggaran-anggaran dari Iran untuk membiayai dakwah Syiah
Rafidhah di Indonesia. Kalau mau fair, begitu kan?
Ya akhirnya, black propaganda seputar
dakwah "Wahabi" ini perlu kita jawab dengan komitmen "Laa ilaha
illallah" yaitu untuk menghidupan peradaban Tauhid dan membersihkan
dunia dari segala bentuk paganisme (kemusyrikan); dan "Muhammad
Rasulullah" yaitu menghidupkan Sunnah Nabi Saw dan menjauhi
ajaran-ajaran bid'ah yang berpotensi merusak Sunnah-nya. Walhamdulillahi Rabbil 'alamiin.*
oleh AM Waskito, penulis buku “Bersikap Adil Kepada Wahabi”
sumber: hidayatullah.com
0 komentar:
Posting Komentar