
Tidak sedikit orang kampung tumpah ke kota turut
menyaksikan count down, atau orang-orang kaya Indonesia yang terbang ke
Singapura hingga Las Vegas untuk itu. Jika musim lebaran, orang kota pulang ke
kampung (mudik) maka pada malam tahun baru orang kampung masuk ke kota, dan
orang kota mencari kota yang lebih besar dan meriah perayaan tahun barunya.
Begitulah keadaan pergantian tahun setiap tahunnya
secara umum, kendati ada juga sebagian umat Islam yang menggunakan momen akhir
tahun sebagai wadah untuk melakukan ibadah dan mengevaluasi diri. Ada beberapa
tempat yang justru dipenuhi oleh masyarakat yang datang untuk berzikir dan
mendengar taushiyah sebagaimana di Masjid At-Tin Jakarta dan Rujab Gubernur
Sulsel.
Seorang teman ditelpon oleh rakannya, yang meminta
dirinya untuk menghadiri acara pergantian tahun baru sambil berkumpul di suatu
tempat dengan kawan dan para koleganyanya yang lain, sang teman menjawab,
“Maaf, saya tidak bisa datang, malam ini kami hanya ingin bersama keluarga, mau
melakukan taklim [belajar agama] sambil muhasabah bersama keluarga.”
Pendek kata, banyak cara yang dilakukan dalam menyambut
tahun baru Masehi, ada yang bermanfaat dan mendatangkan pahala serta berkah,
ada pula yang sebaliknya, bermaksiat yang mendatangkan dosa dan bencana.
Begitulah faktanya.
Sejatinya pergantian tahun baik Hijriah, maupun Masehi
hanyalah pergantian waktu semata. Waktu, berasal dari bahasa Arab ‘waqt’ yang
disamakan dengan ‘masa’. Makna waktu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau
berlangsung. Maka dengan itu, dapat diartikan jika arti pergantian waktu adalah
pergantian proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung, dan waktu
yang telah berganti, walaupun terjadinya baru sepersekian detik, menjadi masa
lalu dan waktu yang belum terjadi walau seper sekian detik dari sekarang adalah
masa depan.
Oleh karena itu terjadinya pergantian tahun yang
berlangsung sepersekian detik bukanlah hal istimewa karena setiap sepersekian
detik waktu terus berganti. Jika pergantian tahun, seperti pergantian tahun
Masehi menjadi istimewa, itu merupakan perayaan yang berasal dari ajaran para
penyembah Dewa Janus pada zaman Romawi Kuno. (Republika, 28/12/2012).
Dalam menyikapi waktu dan pergantiannya, Islam telah
memberikan pedoman bagi penganutnya. Jangan mencela waktu atau masa. Rasulullah
pernah bersabda. “Janganlah kamu mencela masa karena Allah berfirman, “Aku
adalah masa, malam dan siang adalah milik-Ku. Aku menjadikannya baru dan
berlalu. Dan, Aku mengganti para penguasa dengan para penguasa yang baru.” (HR
Ahmad).
Menyikapi firman Allah dalam hadis di atas, Imam
Syafi’i memberikan penjelasan mengenai asbabul wurud-nya. Pada masa Arab
Jahiliah ketika bangsa Arab ditimpa bencana mereka menganggap bahwa yang
melakukan semua itu adalah masa. Lalu mereka pun mencela masa, padahal yang
melakukan semua itu adalah Allah.
Dengan perkataan mereka itu, seakan-akan mereka mencela
Allah karena menganggap Allah yang melakukan semua itu, perbuatan mencela masa
dilarang karena Allah adalah masa dengan merujuk maksud celaan tersebut, karena
setiap kejadian yang buruk tersebut mereka tujukan kepada Allah yang menjadikan
masa.
Untuk itu dalam menyikapi pergantian tahun yang telah
berlalu beberapa saat yang lalu, kaum muslimin dilarang untuk mencela tahun
yang telah berlalu, misalnya mengatakan bahwa tahun 2012 adalah tahun yang
buruk dan sial. Pulangkan semua keburukan kepada diri kita masing-masing yang
telah banyak berbuat buruk, melakukan banyak kesalahan sehingga mendatangkan
kesialan.
Mari menjadikan pergantian waktu untuk muhasabah,
mengevaluasi, atau introspeksi diri untuk kesiapan diri menghadapi masa depan,
sebagaimana firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok. [wattaqullah, wal tanzdur nafsun ma qaddamat lighadin]”
Dalam sebuah hadis dari Syadad bin Aus yang
diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, Rasulullah bersabda. “Orang-orang yang pandai
[alkays] adalah yang menghisab [mengevaluasi] dirinya sendiri serta beramal
untuk kehidupan setelah kematian. Sedangkan, orang yang lemah adalah yang
sering mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah.”
Muhasabah bukanlah ritual ibadah mahdah, sebagaimana
salat dan puasa yang telah ditentukan waktunya. Tidak ada aturan khusus jika
muhasabah adalah ritual yang sebaiknya atau wajib dilakukan setiap menjelang
pergantian tahun. Muhasabah boleh dilakukan kapan saja dan di mana saja. Lebih
sering melakukan muhasabah akan lebih baik karena kita selalu tau apakah kita
berada pada jalan yang benar menuju target dan tujuan yang kita inginkan.
Cara muhasabah juga bermacam-macam, ada yang berzikir,
tafakkur, hingga mendengar siraman rohani dari para ustad. Rasulullah juga
pernah melakukan muhasabah bersama para sahabat-sahabatnya, dengan cara
menggambar sebuah garis panjang di atas tanah. Para sahabat pun datang
berkerumun untuk memperhatikan apa yang beliau lakukan. Setelah menggambar
sebuah garis panjang, lalu beliau menggambar kotak, satu ujung panjang itu
berada dalam kotak. Tetapi, ujung yang lain keluar menembus sisi lain kotak
itu. Di salah satu sisi garis panjang yang menembus kotak itu beliau menggambar
garis-garis lain yang kecil.
Rasulullah kemudian bersabda. “Garis panjang ini adalah
keinginan manusia, sedang kotak ini adalah ajalnya. Ada pun garis-garis kecil
ini adalah rintangan yang akan dihadapi manusia dalam hidupnya.” Demikianlah
cara Rasulullah melakukan muhasabah dengan para sahabat-sahabatnya sebagai
generasi terbaik umat ini (khaerul qurun hadzihil ummah).
Perintah untuk memaksimalkan waktu adalah satu
keniscayaan bahkan dalam hidup kita saat ini adalah bagian dari waktu yang
kelak akan disoal. Dalam sebuah riwayat Rasulullah menekankan bahwa manusia
kelak akan dipertanyakan ‘apa yang telah ia lakukan dengan umurnya’ (‘an
‘umrihi fima afnah) juga paksaan untuk mengoptimalkan masa-masa yang ada di
depan kita, ‘waktu muda sebelum tua, waktu sehat seblum sakit, waktu kaya
sebelum miskin, waktu luang sebelum sempit, hingga waktu hidup sebelum mati’
semua terkait dengan waktu.
Allah sering bersumpah soal waktu lewat firman-Nya
dalam Alquran, seperti, “Demi waktu pagi ‘wal fajr’. QS. 89:1; demi waktu dhuha
‘wad dhuha’. QS. 93:1; demi malam apabila gelap dan waktu siang apabila terang.
QS. 92 1-2, hingga “Demi masa! Sungguh manusia benar-benar dalam kerugian,
kecuali yang beriman, mengerjakan kebaikan, dan selalu saling menasihati dalam
kebenaran dan kesabaran!” QS. 103:1-3.
Banyak orang sukses karena mengotimalkan waktunya dengan
semaksimal mungkin untuk hal-hal yang positif bagi dirinya dan juga selainnya
sehingga mendatangkan manfaat bagi orang lain, inilah manusia yang terbaik
menurut Rasulullah, karena sebaik-baik manusia ‘khaereunnas’ adalah yang paling
bermanfaat bagi orang lain ‘anfa’uhum linnas’. Namun tak sedikit pula manusia
yang binasa karena waktu, menggunakan waktunya untuk sesuatu yang bertentangan
dengan ajaran agama sebagaimana para perampok harta rakyat alias koruptor atau
para teroris akidah yang kerjanya menyesatkan umat. “Teruslah Anda berperang
melawan kejahatan, berbuat baik dengan tetangga, dan biarkan setiap tahun baru
Anda menjadi orang yang lebih baik,” kata Benjamin Franklin, penulis dan ilmuan
kesohor dari Amerika.
Waktu lebih berharga dari emas sekalipun, ‘alwaqtu
atsmanu minadzahabi’ dan waktu seumpama pedang, jika engkau tidak mampu
menaklukkan maka dia akan membunuhmu, al waqtu kassaifi in lam taq’tha’ahu
qatha’ak! Begitu ahli hikmah dari Timur berkata, mengalahkan filosofi Barat
tentang waktu yang hanya mengatakan ‘the time is money!’. Selamat tinggal 2012
dan selamat datang 2013!
(Ilham Kadir/lppimakassar.com)
0 komentar:
Posting Komentar